Monday, December 22, 2014

Analisis Faktor Penyebab Krisis Ekonomi


Penyebab Krisis Ekonomi - Masih belum terlupakan bagaimana Indonesia merasakan situasi dan keadaan yang menegangkan saat kerusuhan tahun 1997. Ya ketika itu negara ini merasakan Krisis Ekonomi atau juga dikenal dengan “Krisis Asia”. Namun sebenarnya fakta mengatakankan krisis ekonomi pada saat itu juga melanda perekonomian global. Imbasnya tentu saja saja dihadapkan dengan menurunnya mutu kesejahteraan rakyat. 

Hal ini ialah jelasnya keterkaitan hubungan antara sektor moneter dengan sektor riil. Patut disadari atau tak segala kebijakan dan berbagai macam lembaga di bawahnya, sektor moneter cumalah fasilitator bagi sektor riil. Lalu kita akan mencoba melaksanakan analisis perihal dampak krisis ekonomi di Indonesia.

Penyebab Krisis Ekonomi Menurut Identifikasi Pakar :
  1. Adanya productivity gap (kesenjangan produktifitas) yang erat menyangkut dengan lemahnya alokasi aset ataupun factor - factor produksi.
  2. Fenomena diequilibrium trap (jebakan ketak seimbangan) menyangkut perihal ketakseimbanagan struktur antar sektor produksi.
  3. Fenomena loan addiction ( keterkaitan pada pinjaman luar negeri imbas dari tingkah laku para pebisnis yang seringkali beraktifitas dalam bentuk mata uang asing (foreign currency)


Dampak Krisis Ekonomi bagi Negara Indonesia
Mari kita flashback sebentar kala itu di bulan Juni 1997 inflasi Indonesia rendah, nilai dagang surplus hingga melampaui 900 juta USD, stok mata uang luar begitu besar yakni 20 millyiar lebih ditambah lagi keadaan perbankan yang sangatlah bagus. Terasa jauh dari terjangan badai krisis dan tak seperti negara tetangga kita, Thailand.

Namun sebahagian besar perusahaan di Indonesia cenderung mempunyai pinjaman mata uang dolar AS. Kemudian lihat saja tahun berikutnya rupiah merangkak naik, praktisi ini telah melaksanakan tugasnya dengan baik untuk perusahaan tersebut. Tingkat efektifitas pinjaman perusahaan dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal naik.

Di bulan Juli, pemerintah Thailand merintis baht, Otoritas Moneter Indonesia menambah perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Mata uang rupiah mulai tersendat parah pada Agustus. Kemudian tanggal 14 Agustus 1997 pertukaran floating teratur berpindah dengan pertukaran floating-bebas. Sementara rupiah terjun makin curam dan IMF dengan senang hati tiba dan menyodorkan dana pinjaman sebesar 23 milyar dolar. Namun keadaannya kian makin parah rupiah jatuh lebih dalam lagi karena dampak dari pinjaman perusahaan, request dolar yang kuat, penjualan rupiah. Akhirnya di bulan September Bursa Saham Jakarta dan rupiah mendarat di  titik terendah. Moody’s menurunkan pinjaman jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.

Babak krisis rupiah bermula pada bulan Juli dan Agustus dan krisis kian parah pada November ketika neraca perusahaan tampak devaluasi di musim panas. Secara otomatis dikarenakan rupiah makin terpuruk perusahaan yang meminjam dalam mata uang dolar mesti menanggung dana yang lebih besar. Dan makin diperkeruh dengan adanya penjualan rupiah yang murah demi mendapatkan dolar saat itu.

Akibatnya Indonesia terpuruk, berlangsung inflasi - inflasi rupiah dan kenaikan harga kebutuhan rakyat. Puncaknya adalah peristiwa pengunduran diri presiden kala itu, Soeharto yang dianggap tak mampu lagi untuk membalikan keadaan negara. Sebelumnya pada bulan Februari 1998 beliau memecat Gubernur Bank Indonesia.

Pelajaran Berharga yang Bisa Ditarik dari Krisis Ekonomi

Beberapa poin misalnyanya lemahnya struktur pembayaran Indonesia dengan cuma menitikberatkan pada satu sisi saja yakni sektor ekspor. Semestinya pemerintah perlu melihat sisi produksi dan distribusi yang juga dinilai penting. Maka dari itu pembenahan manajemen pembangunan dan birokrasi pemerintahan sangatlah diperlukan.

Selain itu adanya kontrol reformasi sistem pengambilan keputusan. Dan juga diperlukan pengembangan kelembagaan yang memfasilitasi pusingkatan dinamika perekonomian sehat sehingga kita harapkan dapat menekan biaya transaksi (transaction cost).

0 komentar: